Senin, 26 Februari 2018

Menelaah Kitab as Sunan al Kubra/An Nasai


NAMA            : DISTINA HIDAYATI
NIM                : 175231017
KELAS           : PBS 2A

Judul                    : Kitab as Sunan al Kubra/An Nasai
Penyusun             : Abu Abdur Rahman Ahmad An Nasa’iy
Judul Terjamah    : Terjamah Sunan An Nasa’iy (jilid 3)
Penterjemah         : Al Ustadz Bey Arifin
                               Yunus Ali Al Muhdhor
                               Dra. Ummu Maslamah Rayes
Diterbitkan oleh   : CV. Asy Syifa’ Semarang
Cetakan Pertama : Febuari 1993
Kota terbit           : Semarang

KEWAJIBAN HAJI
(Terjamah Sunan An Nasa’iy Jilid III)
A.Latar Belakang
Sebelum membahas mengenai kewajiban haji, terlebih dahulu saya akan membahas mengenai kitab asli dari terjemah Sunan An Nasa’iy jilid 3 dengan judul Kitab as Sunan al Kubra/An Nasai. Pada kitab ini di tulis olehAn Nasa’iy menggunakan bahasa Arab dan diterbitkan oleh Daar al Kutub al’Ilmiyyah pada tahun 1991. Jika dilihat dari  deskripsi  fisiknya kitab ini memiliki ukuran 21 cm, dengan  jumlah 669 halaman. Dalam kategori koleksi, kitab ini termasuk dalam Arab Sirkulasi.  Kitab ini memiliki jumlah eksemplar sebanyak 18.
Pada bagian sampul kitab ini memiliki perpaduan warna dengan  warna dasar hitam yang terdapat tulisan judul Kitab as Sunan al Kubra/An Nasai serta bingkai dengan warna kuning keemasan dan  juga terdapat warna hijau pada bagian samping kitab. Pada kitab halaman pertama terdapat tulisan  seperti yang ada pada sampul kitab yaitu Kitab as Sunan al Kubra/An Nasai dengan warna tulisan hitam dengan warna kertas kuning kecoklatan. Pada halaman selanjutnnya mulai membahas bab-bab yang sesuai dengan daftar isi yang ada dibagian belakang kitab dan kitab ini ditulis dengan huruf arab gundul.
B.Pembahasan
Pada bab pembahasan kali ini, saya akan membahas tentang kewajiban haji. Haji merupakan rukun iman yang ke-5, dan diwajibkan pada setiap muslim yang mampu melaksanakan ibadah haji. Oleh karena itu saya mengangkat judul hadist tentang kewajiban haji.



            Dari hadist tersebut menjelaskan bahwa haji adalah wajib bagi setiap muslim. Dalam pelaksanaan haji itu sendiri hanya diwajibkan satu kali seumur hidup dan apabila sudah melaksanakan haji, dan kita melaksanakan ibadah haji lagi, maka ibadah haji yang kita lakukan itu hanyalah sunnah.
Namun pada kenyataannya, keadaan di negeri ini potret kemiskinan ada dimana-mana. Sehingga dalam keadaan yang seperti itu, apakah Islam membenarkan umatnya untuk berkali-kali dalam melaksanakan ibadah haji? Haji merupakan sebuah kebaikan, namun kini permasalahannya yakni kembali pada diri kita, apakah kita dalam beribadah mengikuti contoh Nabi SAW, ataukah hanya mengikuti  hawa nafsu kita sendiri.
Jika adaseseorangsanggup dalam melaksanakan ibadah haji lebih dari satu kali,sehingga lebih baik dana atau uang yang dimiliki dipergunakan untuk hal yang lebih penting dan bermanfaat bagi sesama umat Islam, seperti halnya memberikan sedekah kepada anak yatim piatu.
C.Biografi Sunan An Nasa’iy
            Kitab ini dikarang oleh An Nasa’iy yang nama lengkapya Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Bahr bin Sinanyang lahir di Nasa,Khurasan pada tahun 830M dan meninggal di Damaskus pada tahun 915M. Sejak kecil ia belajar menghafal Al-Qur’an dan mendalami dasar-dasar ilmu mengenai agama Islam. Saat berusia 15 tahun, ia berguru ilmu hadist kepada para ulama ke Hijaz,Irak, Mesir, Suriah, dan Al-Jazair.
            Setelah menjadi ulama hadist,An Nasa’iy tinggal di Mesirsampai tahun 914M, kemudian pindah ke Damaskus hingga meninggal. Selain ahli hadist, An Nasa’iy juga ahli fikih dalam madzhab Syafi’i. Ia taat menjalankan ibadah, membela sunnah Nabi, dan juga teguh dalam pendirian. Ia juga mengamalkan puasa Nabi Daud, yaitu sehari puasa dan sehari tidak puasa sepanjang hidupnya.
            An Nasa’iy telah menulis beberapa kitab, diantaranya yaitu as-Sunan al-Kubra, as-Sunan al-Mujtba’, kitab at-Tamyiz, Kitab ad-Dhu’afa, Khasa’is Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib, Musnad Ali, dan Mussnad Malik, serta tafsir. Kitab asSunan al-Mujtba’ merupakan kitab yang terkenal selain Sunan an-Nasa’iy. 
D.Refleksi
Setelah menelaah kitab as Sunan al Kubra/An Nasai yang awalnya saya belum pernah mengetahui tentang hadist hingga dapat menulis serta mendeskripikan mengenai kitab ini. Kitab ini ditulis dengan huruf Arab gundul sehingga membuat saya belum mengerti apakah itu isinya, dan kemudian mencari terjemahan dari kitab tersebut untuk dapat mengetaui isinya. Awalnya saya merasa kesulitan dalam mencari pasangan antara kitab dengan terjemahannya, namun ada teman saya yang membatunya.
Dengan adanya tugas Metodologi Studi Islam, saya mulai mengenal serta belajar mengenai hadist sehingga mampu menambah ilmu saya. Dalam proses mengerjakannya saya perlu memahami serta mengulang dalam membacanya untuk mengetahui apa itu isinya yang terkandung dalam hadist yang saya bahas diatas, sehingga mampu mendiskripsikannya.



Senin, 05 Februari 2018

METODOLOGI STUDI ISLAM "Sejarah dan Metode Ilmu Keislaman di Masa Klasik"

NAMA           : DISTINA HIDAYATI
NIM                : 175231017
KELAS          : PBS 1A

Judul Buku                  : Metodologi Studi Islam
Penarang                     : Dr.Ismail Yahya, MA
Penerbit                       : Kaukaba Dipantara
Cetakan 1                    : Mei 2016
Jumlah Halaman          : 68 halaman
ISBN                           :978-602-1508-58-9

PENDAHULUAN
Sebagai seorang muslim tentunya sudah belajar akan halnya Islam,baik dalam masjid, sekolah, maupun pesantren. Hal ini tentuya berbeda di Perguruan Tinggi islam, karena dalam Perguruan Tinggi Islam mengajakan berbagai ilmu agama Islam dengan metodologi yang bermacam-macam seperti pada aspek pendalaman dan penguaaan terhadap materi agama Islam. Tak hanya itu, namun juga dalam mengkaji dan meneliti Islam.
BAB 1
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin artinya Islammerupakan agama yang membawa rahmat dankesejahteraan bagi seluruh alam semesta. Dalam Al-Qur'an dan Hadis bahwasanya umat islam diperintahkan untuk membaca dan mencari ilmu sejak kecil hingga kembali kepada sang pencipta, karena mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi umat Islam.Jadi waharusnya ilmu pengetahuan membuatmanusia untuk tunduk dan sujud kepada Allah. Ilmupengetahuan harus disebarkan kepada umatmanusia agar bermanfaat.
Terdapat  dua wilayah sebagai pusat pengetahuan dan pendidikan islam, yaitu :
1. Wilayah Timur, seperti Madinah, Syam, Baghdad, Persia, Mesir.
Madinah merupakan kota pertama kali sebagai pusat pengetahuan dan pendidikan Islam. Seiring berjalannya waktu, terjadi perluasan kekuasaan Islam menuju ke arah barat yaitu Kairo (Mesir) kemudian ke Afrika Utara serta ke Andalusia (Spanyol) dan juga ke arah timur melalui Persia ke Asia. Masa keemasan Islam terjadi pada tahun 750-1150 Masehi. Muawiyyah berperan dalam pengembalian stabilitas wilayah Islam setelah terjadinya konflik dengan khalifah Ali ibn Abi Thalib. Hasan memberikan jabatan ke Muawiyyah untuk mempersatuakan umat Islam, tetapi keluarga Hasan tidak terima terhadap perbuatan tersebut.
2. Wilayah Barat seperti Cordova.
Dimulai dari penaklukan Afrika Utara menuju ke Andalusia Khilafah Umayyah memulai perluasan Islam ke wilayah barat. Pada saat Abdurrahman 1 melarikan diridari kerajaan khilafah Abbasiyah ke Khilafah Andalusia sehingga menjadikan kemajuan di wilayah barat.
Ada beberapa organisasi pendidikan Islam, yaitu:
Haqalah, maktab atau kuttab ( sekolah menulis), sekolah istana, sekolah masjid, sekolah toko buku, sanggar sastra, madrasah, dan universitas.

BAB 2
PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DI DUNIA ISLAM
Pada masa Nabi ilmu-ilmu yang wajib diajarkan yaitu menelaah Al-Qur'an, menghafal Hadis, bahasa arab dan adab. Menurut Hassan Ibrahim ilmu yang pertama berkembang di dalam sejarah islam disebut dengan ilmu agama, sedangkan menurut Al-Ghazali menyebutnya ulumuddin, seperti : Al-Qur'an dan tafsirnya, Ilmu Tafsir, Ilmu Qira'ah, Fiqh, Nahwu(Tatabahasa Arab), Hadis dan ilmunya, serta ilmu penulisan kamus bahasa. Hasan berpendapat bahwa perhatian kaum Muslim mengarahkan kepada penguasaan terhadap ilmu-ilmu intelektualdan filsafat.
Munculnya gerakan ilmiah telah menciptakan ilmu-ilmu keislaman untuk menggali Al-Qur'an sehingga menciptakan ilmu-ilmu mandiri, yaitu : qiraat, tafsir, Hadis dan musthalahnya, ushuluddin atau kalam, fiqh dan ushul fiqh, sejarah atau tarikh, biografi, bahasa arab, dan adab atau sastra yang meliputi puisi dan prosa.
Ada tiga cara berfikir orang islam, yaitu:
1.Bayani, kriteria nalar bayani berbasis pada teks (Al-Qur'an dan Hadis). Jenis keilmuan dalam tradisi islam adalah ilmu fiqh, ilmu kalam, nahwu (tata bahasa Arab), dan balagah (sastra Arab).
2.Irfani, ilmu yang mempelajari apa yang dirasakan oleh batin. Jenis keilmuan dalam tradisi islam yaitu ilmu tasawuf, pemikiran Syi'ah, tafsir batini, filsafat ilmu inatif, peramalan, dan sihir.
3.Burhani, kriteria nalar burhani menggunakan eksperimentasi, penalaran sebagai basis metodologinya. Jenis keilmuan dalam tradisi islam yaitu ilmu logika, filsafat, matematika, dan ilmu kealaman.
Dalam melestarikan ajaran agama, khususnya terhadap Al-Qur'an dan Hadis adalah dengan metode hafalan dan tulisan. Di Arab sendiri, tradisi menulis sudah ada sebelum datangnya Islam. Awalnya, metode hafalan merupakan metode utama dari pada tulisan. Pada saat awal-awal Al-Qur'an diwahyukan, Nabi melarang para sahabatnya untuk menulis selain ayat Al-Qur'an, tetapi ada sahabat yang tetap menulis ayat Al-Qur'an.

BAB 3
ILMU-ILMU KEISLAMAN : METODE DAN SUMBER
Ar-Risalah karya Imam Asy-Syafi'i bidang Ushul Fiqh dianggap sebagai karya awal yang membahas tentang metode-metode ilmiah. Asy-Syafi'i mengidentifikasi dua sumber pengetahuan utama yaitu pengetahuan yang terdapat didalam teks dan pengetahuan deduktif. Klasifikasi Asy-Syafi'i dalam ilmu-ilmu keislaman seperti ushul fiqh, ilmu ma'ani, ilmu tafsir Al-Qur'an, dan kritik sastra.
Tidak bisa dihindarkan apabila ilmu sejarah bercampur dengan ilmu Hadis. Sedangkan metodenya diarahkan untuk menyebut sanad-sanad mengukuhkan riwayatnya dalam mendiskripsikan sebuah berita. Pada abad ke 11 Masehi, pembukuan tafsir terlepas dari metode para ahli Hadis yang disebut dengan tafsir bir-ra'yi.

Pada abad ke-3 H sejarah barumenjadi ilmu dalam pengertiannya yang terperinci, tetapi tetap dengan metode riwayah. Ibnu Jarir ath-Thabari merupakan tokoh penulisan sejarah dengan metode riwayah. Dia menolak logika, analogi, atau dedukasi dengan nenekankan netode ahli Hadis. Namun setelah abad ke-3 H, seiring berjalannya waktu sedikit demi sedikit pengaruh metode ilmu Hadis ini berkurang, hal itu yang terjadi pada metode ilmu sejarah, dengan menekankan pada fakta empiris dan sosial. Pada abad ke-5/11 M, ilmu tafsir mengalami perubahan metode dengan munculnya metode tafsir bir-ra'yi atau tafsir bil-ma'qul.

Dilema Kaum Hawa Masa Kini

Menunggu yang Dicinta atau Mencari yang Pasti Saja? Bagi perempuan, cinta itu yang utama adalah kepastian. Kenapa demikian? Karena bagaimana...